Pusaka keris dhapur Mahesa Dhengdheng/ Kebo dengdeng
Pasikutan dhemes, cantik, sekaligus merbhawani.
Pamor ganggeng kanyut ( ganggang yang hanyut ).
Tergolong pamor miring, yang teknik pembuatannya lebih susah dibandingkan pamor mlumah.
Secara filosofis, mahesa dhengdheng berarti pengabdian yang tak terputus
( dalam bahasa Kawi, mahesa berarti kerbau; dhengdheng berarti memanjang ).
Sedangkan ganggeng kanyut secara filosofis berarti menghidupkan atau berguna bagi orang disekitarnya,
bagaikan ganggang yang hanyut di sungai memberikan kehidupan bagi ikan dan mahluk lainnya.
Lipat tempa spasi rapat, tekstur merambut searah pamornya.
Slorok baja kelabu.
Menancapnya pamor pandhes ngawat.
Pembagian panjang tiap luk relatif sama.
Terdapat sogokan nunggang wasuhan ( sogokan depan saja yang terbentuk dari
himpitan tepi tikel alis. )
Sepanjang wilah ber odho-odho.
Bagian sor-soran dhemes, mempesona garapnya.
Kembangkacang nggelung wayang dipangku lambe gajahnya.
Tikel alis dan blumbangan dalam jelas tegas.
Pada alas / bawah blumbangan dapat kita amati celah pada atap gonjo
yang merupakan tempat menancapnya wilah.
Mirip dengan teknologi penyusunan candi atau lego sehingga wilah dan gonjo erat tidak mengos ke kanan-kiri.
Sirah cecak lancip seperti cicak melahap mangsa.
Gonjo nyebit rontal ( ron = daun, tal = buah siwalan ) berhias greneng susun.
Panjang wilah/ pesi: 37cm/ 6cm
Pusaka masih bersandangkan warangka bawaannya,
Gayaman Solo lamen (kuno) kayu gembol jati, pendok blewahan.
Deder gemboljati.
Mendak perak asli ( tetapi ketiga bagiannya terlepas karena aus ) butuh direkondisi/ dipatri.
Tangguh estimasi Mataram Amangkurat.
Termahar, Bp. H. Hr, Bks