Pusaka dhapur Jalak Dinding.
Pamor Ujung gunung, sisi sebaliknya berpamor ngulitsemongko.
Pasikutan merbhawani
Lipat tempa spasi rapat, tekstur nyabak searah tempa pamornya
Menancapnya pamor luluh/ meleleh.
Pamor Ujung gunung bentuknya sama dengan pamor junjung derajat,
tetapi terdapat di ujung landhep keris.
Gandhik tidak terlalu menonjol.
Sepanjang wilahnya ber odho-odho.
Blumbangannya dangkal, dengan bentuk
cenderung kotak, khas tangguh Wengker.
Pada salah satu sisi blumbangan terdapat celah kemungkinan
guratan kuku sang eMpu pembuatnya dulu.
Guratan seperti ini dahulu lazim ditampakkan sebagai
suatu signature/ custom mark/ tanda ciri khas pribadi dari sang eMpu,
dibuat saat besi masih membara, sebelum dikeraskan ( sebelum quenching ).
Jika kita amati, pamor ujung gunungnya ada pada ujung landhep wilah
dan sirah cecak gonjo.
Panjang wilh/ pesi: 32,5cm / 7cm
Pusaka disandangkan warangka gayaman Solo kayu trembalu lamen (kuno)
pendhok blewahan dengan mendak custom lamen.
Kesemuanya bawaan pemilik sebelumnya.
Tangguh estimasi Wengker/ Madiun era setelah Majapahit.
Telah berganti pemilik.
Filosofi dhapur Jalak Dinding: Jalak adalah burung khas Nusantara, kecil tetapi lincah. Dindhing dalam bahasa Kawi/ Jawa Kuna berarti "penghalang". Sehingga makna filosofi jalak dindhing adalah; walau terkesan tidak berdaya tetapi taktis dan jeli mencari peluang (rejeki, kesuksesan), serta dapat menghalangi hal negatif yang datang ( contohnya menghalangi pengaruh buruk terhadap anak dan keluarga kita, mengarahkan ke hal2 / kegiatan positif )
Filosofi pamor Ujung Gunung: Bentuk gunung menghadap keatas mencerminkan menuju kemuliaan, dengan cara mengangkat derajat keluarga dan orang-orang disekitarnya.